Karya Fahri Joyo Pratama (VIII A)
Di era penjajahan yang lalu, dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar telah melubangi dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Dia tidak ingat siapa namanya
Kedua lengannya memeluk senapannya
Dia tidak tahu untuk saiapa dia datang
Dia sudah terbaring tapi tidak tidur, sayang
Wajah sunyi setengah tertawa
Menagkap sepi pandang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
Dia terlihat masih muda
Hari itu, 10 november, air hujan mulai berjatuhan
Orang-orang ingin kembali merenungkan
Sambil merangkai karangan bunganya
Tapi yang Nampak, hanya wajah-wajah tak dikenalnya
Dia terbaring…..
Tetapi bukan tidur, sayang…
Sebuah peluru bundar menembus dadanya
Senyum bekunya mau berkata: Aku sangat muda…